Langsung ke konten utama

Suatu Hari di 2017

22 jam setelah pergantian tahun aku duduk menatap ponselku. Melihat kenangan yang terjadi di tahun sebelumnya. Sangat banyak yang terjadi padaku. Termasuk pertemuan kita.  

Perkenalan kita sangat instan. Manisnya dirimu membuat aku percaya, bahwa kamu adalah pria paling tepat. Aku mulai membangun mimpi, harapan, dan keyakinan agar tidak menyia-nyiakan kebersamaan kita. Kamu humoris dan manis, dua hal itu memang tak cukup dijadikan alasan akan hadirnya cinta. Terlalu terburu-buru jika aku mengartikan ini semua adalah cinta, mungkinkah kita terjebak dalam ketertarikan sesaat? Aku tak tahu, Sayang. Aku tak mau tahu fakta-fakta itu. Jika benar ini hanya ketertarikan sesaat, mengapa aku begitu sedih ketika kamu memutuskan untuk pisah dan mengakhiri segalanya?
kamu begitu manis dan mengejutkan. Letupan-letupan kecil perhatianmu membuat aku yang lama tak merasakan cinta seperti tersetrum oleh energi magis. Kamu mulai ungkapkan rasa, bercerita tentang rasa kagummu terhadapku. Diam-diam, aku sebenarnya juga mengagumimu, tapi aku tak ingin bilang. Aku terlalu gengsi untuk mengatakan bahwa aku mulai menyukaimu dan mulai nyaman dengan keberadaanmu di hari-hariku. 

kamu merangkul dan menggenggam erat jemariku. Kukira aku sudah menjadi sosok yang spesial bagimu, ternyata perkiraanku pun bisa salah. Aku belum jadi pemilik hatimu. Aku hanya persinggahan yang tak akan kaujadikan tujuan. Keributan antara kita mulai terjadi ketika aku mengetahui ada wanita lain yang juga sedang dekat denganmu. Namun kamu lagi-lagi membuatku luluh. Meyakinkanku bahwa hanyalah hanya ada aku satu-satunya sampai saat ini.

Kalau boleh jujur, aku sungguh menikmati kebersamaan kita. Kebersamaan yang terjalin dari mahluk yang bisa membuat bodoh dan pintar dalam waktu yang bersamaan—handphone. Perhatian dan kecupan kecil yang kauselipkan dalam setiap percakapan lewat tulisan itu membuat aku banyak berharap. Kupikir, kamu memang punya perasaan yang serius. Entah mengapa aku tak bisa berpikir jernih bahwa pria seberlian kamu tak mungkin menaruh hati pada tanah liat seperti aku.

Tapi, terus saja kautunjukkan jalan terang. Jalan terang yang kupikir adalah tujuan menuju kenyataan. Aku mencoba mengikuti jalan itu, berjalan bersamamu atas nama hari, dan kita tak tahu teka-teki di balik perbedaan yang ada di dalam kita.  Aku mulai mencintaimu, sederhana.

Seiring berjalannya waktu, Kamu sering menghilang tanpa alasan yang benar-benar kupahami. Kamu sering menghilang tanpa kabar, ketika aku mulai menyayangimu dan terus ingin memperjuangkan kamu bahkan sudah ketergantungan dengan kehadiranmu.
Aku mulai tidak terima dengan sikapmu yang seperti itu. Kamu seperti orang yang tidak aku kenal. Tentu saja Aku protes,marah,ngambek. Kamu berkali-kali menghubungiku tapi ku biarkan saja. Aku geram. Spam-chat mu yang tiada hentinya untuk merayuku agar tidak marah lagi tiada hentinya. Dan kamu berjanji untuk tidak mengulangnya lagi. Baiklah. Aku juga tidak bisa lama-lama berpura-pura marah denganmu.


Kini, aku melewati hari yang berbeda. Hari-hari yang selalu ada kamu dan perhatianmu. kita dan segala canda . Dan sesekali dibumbui dengan Rasa sakit .
Kamu merawatku dengan baik. Segala sifat liar yang aku miliki kamu coba musnahkan dengan segala cara. Entah berapa lapis kesabaran yang kamu miliki. Proses pendewasaan yang kamu tanamkan telah merubah hari hari ku. Semua yang kamu lakukan itu tidak hanya untuk hubungan kita.  Tetapi untuk kehidupanku di masa depan. Kamu hebat, kamu sangat sabar. Sabar sekali.
Perbedaan pola pikir kita sering memicu konflik. Suatu hal bagimu itu sepele tapi bagiku itu sangat penting. Beradu argumen tiada hentinya hingga kamu bisa meredam aku yang selalu meledak-ledak.
Bukan aku ataupun kamu yang mengalah. Tetapi kita bersama untuk berjuang menjadi pribadi yang lebih baik lagi, lebih dewasa lagi. 

Kamu juga tahu, hubungan kita penuh banyak kejutan, kita tidak akan pernah tahu kapan hadirnya perpisahan. Sampai saat ini hal-hal yang menjadi cobaan untuk memisahkan kita telah terlewatkan dengan baik. Caramu menyelesaikan segala sesuatu yang akan memisahkan kita membuatku kagum. Kamu tidak menyerah dengan aku yang berantakan ini. Kamu lagi lagi  merangkaiku dengan baik, agar dapat menjadi pribadi yang disukai ibumu kelak. Hihi


aku menyakinkan diriku untuk selalu berjalan ke arahmu.


Aku tak bisa membayangkan bangun pagi dan tidur malam tanpa ucapan-ucapan manis darimu. Aku tak ingin tahu rasanya terlelap sebelum mendengar suaramu di ujung telepon. Aku tak ingin perpisahan.


Aku tidak bisa berbohong bahwa aku semakin mencintaimu. Aku semakin jatuh cinta pada caramu memandangiku, caramu memelukku, caramu merangkul bahuku, caramu membisikan kata-kata manis di telingaku, caramu menggenggam jemariku, caramu memanggil namaku, dan cara-cara lain yang kaulakukan-- yang selalu berhasil membuatku bahagia. Aku tidak bisa berbohong bahwa hanya chat darimulah yang aku tunggu. Kamu adalah notifikasi favoritku. Kamu adalah suntikan keajaiban yang membuatku selalu bahagia menatap layar ponselku. Ketika namamu tertera di sana, cepat-cepat aku membalas, dan berharap balasan darimu juga segera masuk.

Aku cukup sadar bahwa takdir berada di tangan Tuhan. Bisa saja aku dan kamu segera berakhir, tanpa alasan dan penjelasan, tanpa ucapan perpisahan.

Yang aku tau saat ini adalah kamu seutuhnya milikku, keberasamaan kita adalah permohonan yang selalu aku semogakan tiada hentinya. Aku tahu ini semua masih menjadi teka teki kehidupan kita.


Harapanku,  kebahagiaan akan menjadi milik kita dalam jangka panjang. Agar aku selalu bisa memelukmu  dengan erat sebelum kita benar-benar terlelap. Menemanimu menyelesaikan pekerjaan kantor, Memberikan ide untuk kedai kopi yang kamu ingin miliki, Beradu argumen yang sama sekali tidak penting, tertawa hingga perutku merasa sakit, mendengarkanmu berbicara dengan logat ngapak yang bagiku sangat lucu, Mendengarkanmu berbisik sambil memanggil namaku dengan lembut.  Ah, segalanya tentang kamu adalah bahagiaku. Entah harus sebanyak apalagi yang aku harapkan denganmu.
Sampai saatnya kita bisa menikmati sisa hidup bersama, melihat dan mendidik generasi selanjutnya tumbuh, dan menjadi tua bersama.




Dari wanita cina jawa Yang kagum dengan
Lelaki dari negeri ngapak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

24 jam

Satu hari setelah perpisahan kita. Semua begitu berbeda. Entah mengapa meskipun aku belum benar-benar mengenalmu, sudah lahir saja rindu yang sulit kuatasi. Aku mencari-cari kamu dengan menggunakan apapun. Aku mengharapkan beritamu mampir walaupun sekadar cerita atau mitos semata. Kudengar, kamu sakit, ya? Cepat sembuh, ya. Maaf jika aku tak berperan aktif untuk menyembuhkan sakitmu, karena kamu telah memutuskan kebersamaan kita dan tak lagi ingin melihat aku dalam tatapan matamu. Aku bertanya-tanya, apa salahku? Untuk Cahaya Penunjukku, aku kebingungan melawan resah dan kangen. Aku berusaha tak memikirkan kamu dan kenangan-kenangan kita dulu, tapi semakin kulawan; semakin kauhadir dan melekat. Perpisahan harusnya tak terlalu menghasilkan sakit karena perkenalan kita belum terjalin begitu lama. Aku hanya menyesal, mengapa semua yang kupikir akan berakhir bahagia malah berakhir secepat itu? Satu helaan napasku memburu, kucuri kamu dalam otakku. Kamu tetaplah bayang-bayang, menghamburk...